![]() |
Sumber gambar : Goggle image blog.sukawu.com |
Masa-masa penantian, dimana seseorang yang
sudah menyelesaikan SMA-nya mulai galau dengan satu langkah menuju masa depan. Hal
tersulit adalah saat kita harus memilih diantara banyak sekali pilihan. Pengangguran?
Kerjaan? Atau berkuliah?
Tentu semua pilihan itu akan sangat
berpengaruh sekali terhadap masa depan kita. Salah melangkah sedikit saja, masa
depan kita juga akan berubah. Nah disinilah kita dituntut untuk bijaksana dan
berfikir dewasa.
Dulu saya juga pernah mengalami masa-masa
kegalauan ini. Dilema antara bahagia dan
bingung untuk melangkah kemana. Sesudah pengumuman kelulusan sekolah, otak saya
mulai dipenuhi jamur-jamur kebingungan. Semakin lama jamur itu semakin
bertumbuh subur. Saya harus menyudahi pertumbuhan jamur tersebut. Atau mau
tidak mau saya harus terima kalau otak saya jamuran. Hahah.
Sejak dari SMA, saya memang sudah
merencanakan untuk kembali melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Tak sedetikpun terbesit pikiran saya untuk memilih bekerja ataupun yang
lainnya. Yang saya tahu, saya harus kuliah. Entah itu dimana.
Okee, semua orang tanpa terkecuali pastinya
menginginkan berkuliah di kampus negeri. Biaya yang terjangkau dan yang paling
utama yaitu ke-“gengsi”-an-nya. Yah, kampus negeri selalu menjadi kebanggaan
dan termasuk kampus yang bergengsi.
Saya adalah salah satu orang yang
menginginkan berkuliah di kampus negeri. Banyak sekali rencana yang saya
impikan saat saya berkuliah di negeri nanti. Tapi sayangnya semua itu hanyalah
bualan semata.
Waktu itu saya optimis lulus SNMPTN. Dan hasilnya
*BOOMM saya ditolak mentah-mentah oleh dua kampus sekaligus. Emang yaa, yang namanya ditolak itu gak enak.!
Saya optimis lagi, menyemangati diri saya bahwa akan ada dua jalur lagi
untuk bisa sampai ke kampus negeri, SBMPTN dan UMPTN.
Sebelum mendaftar SBMPTN, saya sempat belajar
sedikit-sedikit. Iya emang, saya sedikit sekali belajar. Saya mendownload
banyak soal SBMPTN di internet. Saya print sebanyak mungkin, sampai-sampai
menghabiskan lebih kurang satu pack kertas HVS. Tapi semua itu percuma, toh
saya juga belajarnya sedikit. Dan yang saya lakukan hanya sia-sia.
Saya mencoba untuk ikut tes STIS (Sekolah
Tinggi Ilmu Statistik) di Palembang. Dan soalnya WARBIASAAA itung-itungan
semua. Tak ada yang saya kenal satupun saat saya memasuki ruangan ujian,
semuanya mempersiapkan diri. Dan nampaknya otak mereka sudah berisi semua. Hanya
otak saya mungkin yang masih sedikit isinya. Terlihat dari cara mereka belajar
sebelum ujian. Disaat itulah ke-optimis-an saya mulai menciut.
Sesudah pengumuman STIS yang hasilnya
Alhamdulillah saya tidak lulus, hahah. Waktu itu saya mulai putus asa dengan
semuanya. Saya mulai berfikir rasanya tidak ada
kampus yang mau menerima saya berkuliah. Saya mulai malas dengan semuanya.
SBMPTN yang sudah saya daftarkan-pun tidak jadi saya ikuti. Saya mulai malas
untuk mengikuti tes. Yang saya mau adalah kuliah tanpa tes, apapun tempatnya.
Saya mulai dilema, dilanda rasa galau akut. Otak
ini selalu bertanya Mau kuliah dimana? Akhirnya
saya memutuskan unttuk berkuliah di swasta saja. Tapi saya ingin berkuliah di Jakarta sana, karena
kebetulan ada teman saya yang juga berkuliah di Jakarta dan swasta.
Saat semua persiapan sudah selesai. Informasi
tentang kampus-kampus swasta di Jakarta sudah saya kumpulkan. Orang tua saya
tidak menyetujui saya berkuliah terlalu jauh. Mereka beralasan akan susah untuk
menemui saya nantinya.
Otak saya mulai dilanda kegalauan kembali. Sudah
pilih tempat kuliah, malah tidak disetujui. Pasrah dengan keadaan, saya-nya
nanti yang repot. Jadi harus bagaimana? Sempat ngedrop gara-gara mikiran
kuliah. Mungkin gara-gara otak saya terlampau banyak ditumbuhi jamur, alhasil
saya down sekali.
Disaat kegalauan itu melanda, saya mulai
membereskan buku-buku sekolah saya dulu yang telah usang dimakan zaman. Dan ditengah
keasyikan itu, jatuhlah sebuah brosur kampus swasta yang ada di Bengkulu (anggap
aja ceritanya kayak di film-film). Saya mulai melihat brosur itu, yang saya
ingat, saya mendapatkan brosur itu sewaktu ada promosi di sekolah.
Entah kenapa seketika jamur-jamur yang ada di
otak saya hilang, dan membuat saya kembali bisa berfikir jernih. Saya langsung
tertuju dengan kampus itu. Dan kebetulan kampus tersebut tidak menggunakan tes
untuk masuk, yah namanya juga swasta. Saya meneguhkan hati dan pikiran untuk
FIX kuliah dikampus itu.
Setelah saya berbincang-bincang dengan orang
tua saya mengenai masa depan saya, akhirnya mereka menyetujui tanpa berat hati
lagi. Karena memang Bengkulu tempat yang paling dekat dengan tempat saya.
Dan pada akhirnya, saya berada di tempat ini.
Berkuliah ditempat ini, tanpa ada rasa ragu ataupun “salah masuk”. Awalnya memang
kampus swasta dipandang sebelah mata oleh orang lain. Tapi saya sudah
membuktikan sendiri bahwa pandangan hanyalah pandangan orang yang belum pernah
mencoba berkuliah di swasta.
Mereka mungkin berfikir bahwa, masuk dengan
mudah itu sama sekali tidak berkualitas. Mungkin jika saya berkuliah di kampus
negeri, anggapan saya tentang swasta bisa jadi seperti itu juga. Tapi oleh
karena saya berkuliah di swasta, saya berani mengatakan bahwa semua anggapan
itu SALAH!!!
Sebenarnya, negeri maupun swasta itu tidak
ada bedanya. Mungkin hanya beda “gengsi” saja. Pelajarannya sama, jurusannya
sama, dosennya sama-sama manusia, makanannya sama-sama nasi, dan tempat
kuliahnya juga sama-sama ada di bumi. Jadi apa yang menjadi spesial diantara
keduanya? Saya pikir tidak ada.
Yang membuat kampus itu bagus atau tidaknya
adalah kualitas dari orang-orang yang belajar disana. Bukan karena negeri atau
tidaknya kampus tersebut. Percuma jika kampus negeri, kebanggaan umat sejagad,
kalo mahasiswanya cuman datang duduk diam saja tanpa ada sesuatu yang mem’WOWW’kan
kampus.
Jadi intinya, kuliah dimanapun sama saja. Toh
kita masih sama-sama ada di bumi. Gak ada yang kuliah di bulan kan? Toh juga
nantinya saat bekerja tidak semua orang yang berkuliah di negeri yang diterima.
Jika kita dari swasta memang mampu bersaing di dunia kerja, apa salahnya.
Swasta dan negeri hanya masalah title,
kebanggaan atau ajang bergengsi saja. Berkuliah di swasta dan tanpa tes masuk
bukan berarti kita hina. Yang perlu kita buktikan adalah kualitas diri kita
masing-masing.
(Postingan sebelumnya http://alfhasari.blogspot.co.id/2016/05/sang-alfha-female.html
)
Penulis bisa ditemukan di:
Facebook/
Fanpage : Blog Sang Pemimpi
Twitter :
@alfha_sari4
Email : alfhasari@gmail.com
Line &
Instagram : alfhasari
0 komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa komentar ya!